
“It might be possible that the world itself is without meaning.”
(Mrs. Dalloway – Virginia Woolf)
Apa jadinya kalau ternyata kehidupan ini pada akhirnya yah begitu saja dan tak ada maknanya? Entahlah. Mungkin banyak orang langsung tenggelam dalam depresi berkepanjangan atau histeris meratapi hidup tanpa kejayaan yang dicita-citakan. “Re-encounter / Hye Hwa, Dong ( 혜화,동)”, entah mengapa, meninggalkan rasa “mungkin sebenarnya hidup itu memang tak bermakna” tersebut buat saya.
“Re-encounter” dibuka dengan adegan Hye Hwa (Yoo Da In) mengendarai motor untuk menjemput seekor anjing pendatang yang tidak diinginkan oleh pemilik rumah. Hye Hwa (nampaknya) memiliki obsesi untuk menyelamatkan anjing-anjing terlantar atau yang tak diinginkan. Sebagai mata pencaharian, ia memiliki salon anjing kecil yang bersebelahan dengan klinik hewan, atau mungkin juga bagian dari klinik tersebut. Selain mengurus anjing, Hye Hwa juga terkadang (atau mungkin juga sering) mengurus anak si dokter klinik sebelah hingga si anak ingin memanggilnya ibu. Kedekatan Hye Hwa dengan si anak dan aksi-aksi penyelamatannya terasa seperti sebuah manifestasi penebusan entah rasa bersalah atau rasa kehilangan atau bahkan keduanya karena di masa lalu Hye Hwa tidak dapat “menyelamatkan” bayinya sendiri yang meninggal tak lama setelah dilahirkan.
Paling tidak itulah yang tertanam di ingatan Hye Hwa selama 5 tahun. Sampai kemudian mantan kekasih dan ayah dari anaknya, Han Soo (Yeo Yeon Sook), yang “menghilang” sebelum kelahiran bayi mereka, mendadak muncul di hadapannya dan mengatakan bahwa anak mereka ternyata masih hidup.
“What if?”
The deadly question. Bagaimana jika ternyata Han Soo benar? Bagaimana jika ternyata anak mereka masih hidup dan tidak meninggal seperti yang selama ini tertanam di ingatan Hye Hwa? “Bagaimana jika” begitu menghantui Hye Hwa dan Han Soo hingga keduanya sesaat terjebak dalam delusi yang diciptakan Han Soo.
“Re-encounter” sebenarnya berpotensi untuk jadi melodrama super melankolis, tapi sutradara Min Young Keun nampaknya lebih tertarik untuk menghadirkan rasa sepi ketimbang bermain dengan air mata. Hye Hwa dewasa kini tinggal sendiri ditemani anjing-anjingnya. Ia masih memelihara kegemaran mengumpulkan potongan kukunya dalam sebuah tabung film kamera, seperti ingin menyimpan dan mengabadikan bagian dirinya yang dibuang. Atau mungkin seperti interpretasi Ninin, Hye Hwa masih menyimpan cinta dan masa lalunya di kuteks bergambar polkadot. Ibunya yang menua kini harus berpegangan pada bentangan tali rafia jika ingin ke kamar mandi. Han Soo yang kembali ke rumahnya kini berjalan setengah tertatih, mungkin akibat luka tembakan atau cedera saat latihan militer.
Semua disampaikan Min Young Keun dengan tenang, nyaris tanpa emosi eksterior. Suppressed emotions. Ini sangat masuk akal mengingat kondisi kehidupan keluarga Hye Hwa. Untuk sebagian orang, mereka tidak mampu untuk jadi melankolis. Ada hidup yang harus dijalani, ada perut yang harus diisi. Mungkin bagi sebagian orang lainnya, apalagi mereka yang kehidupannya berada di tengah ke atas piramida Maslow, hidup (idealnya) berisi mimpi-mimpi yang patut diperjuangkan untuk diwujudkan. Hye Hwa tidak berada di strata ini. Kesehariannya hanya berkutat pada anjing, sama seperti banyak orang yang kesehariannya hanya berisi rutinitas-rutinitas penyambung hidup. Kadang terlalu lelah bahkan untuk merasakan perasaannya sendiri, apalagi mencari makna.
Perasaan-perasaan yang ditekan oleh Hye Hwa dewasa dihadirkan dengan subtil oleh Yoo Da In (yang baru saya kenal melalui film ini), bertolak belakang dengan Hye Hwa remaja yang berani dan cuek. Yoo Yeon Seok, dalam peran terbaiknya (buat saya), mewujudkan Han Soo ke dalam sesosok anak mama yang tak mampu menghalau patah hati sehingga harus menciptakan delusi untuk menyembuhkan luka, bukan hanya dirinya namun juga luka Hye Hwa.

Ketenangan, kesepian, kedataran, keheningan atau apalah perasaan yang nyaris tanpa gejolak ini entah kenapa terasa begitu menghisap. Beberapa kali menyaksikan “Re-encounter”, saya tetap tidak mampu meraba dengan tepat perasaan film ini. Mungkin inilah yang membuat saya merasa pada akhirnya hidup mungkin yah hanya begitu saja. Sekedar waktu yang berlalu, sampai nanti saatnya mati. Bahkan saat menulis ini pun rasanya begitu samar. Sama seperti tatapan Hye Hwa saat memundurkan mobilnya ke arah Han Soo. Samar.
Re-encounter Trailer (2010)
[…] Tulisan ini pertama kali diterbitkan di sini. […]
[…] This is the English and updated version of ‘Re-encounter’ movie review. The original post in Bahasa Indonesia can be read in here: […]